Darah, dalam ajaran Islam yang aku terima selama ini dan juga diajarkan kepada kebanyakan umat Islam di Indonesia, dikatakan hukum yang diberikan adalah haram. Sering kita mendengar bahwa keharaman darah ini disandingkan dengan keharaman daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak menyebut nama Allah. Tentu saja yang dimaksud dengan darah disini adalah darah merah yang mengalir pada tubuh hewan baik itu dari jenis mamalia atau reptilia dan juga darah manusia. Dengan perkecualian pada serangga, mungkin—karena ini hanya perkiraanku sebab serangga memiliki darah putih tidak berwarna merah.
Keharaman ini memiliki konsekuensi bahwa, seperti daging babi, umat Islam tidak boleh memakan, menggunakan, atau memperjualbelikannya. Segala perbuatan yang melanggar ketentuan tersebut akan sampai pada keburukan dan gelimangan dosa. Sayangnya, sampai saat ini aku tidak menemukan alasan yang logis mengenai hal ini dikarenakan hukum ini lebih bersifat doktrinal dari pada mengacu pada asas untung-rugi atau asas manfaat.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan sejarah yang ada, darah manusia ternyata memiliki fungsi guna bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Ditemukannya metode transfer darah guna menambah darah yang hilang dikarenakan luka karena perang dan sebagainya sehingga penderita dapat terhindar dari kematian dan ini merupakan hal yang sepenuhnya baru (bid’ah), yang belum ada pada jaman Muhammad. Disinilah saya melihat ketaklukan doktrin agama dihadapan kemanusiaan dan teknologi. Haramnya darah untuk dipergunakan akhirnya harus mengalah demi keselamatan hidup manusia. Keharaman darah akhirnya menjadi suatu hal yang halal bahkan wajib dipergunakan. Terjadilah rekonstruksi nilai dari agama melalui tangan jaman. Bukankah dalam hal ini kita “memakan darah”? Darah manusia lagi!
Kalau kita mengamati lebih cermat lagi mengenai keharaman sesuatu, kita juga akan mendapatkan dua wajah yang ambigu dari hukum haram narkoba (narkotika dan obat-obatan). Keharaman narkoba sesungguhnya ada dalam konteks dan situasi tertentu. Kita sudah sering mendengar dan menyaksikan orang-orang yang kecanduan narkoba sehingga mereka menjadi ‘sakit”. Saya mengakui bahwa dalam konteks ini narkoba memang membahayakan kehidupan seseorang.
Tetapi harus diingat pula bahwa narkoba bisa menjadi halal dan berguna di dunia pengobatan ilmiah seperti untuk membius sewaktu penderita dibedah (anestesi), untuk terapi psikologis, dan lain lain. Hal tersebut membuktikan bahwa narkoba menjadi barang yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan dan kesehatan walaupun harus dengan catatan penggunaan narkoba dengan dosis yang tepat sesuai kondisi. Ketepatan dosis ini telah diuji dengan pengamatan empiris melalui penelitian yang ketat sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan tubuh manusia.
Masih ada contoh-contoh lain yang bisa diberikan. Semua hal ini mengindikasikan bahwa sebuah hal atau benda bisa berperilaku bak 2 sisi mata pedang seperti racun ular atau bisa laba-laba yang disatu sisi dapat membunuh manusia tapi sisi lain dapat digunakan untuk terapi penyakit kanker atau bahkan obat stroke, ini tergantung dosis yang diberikan serta sedikit perekayasaan.
Kebenaran dari realita ini bagi para pengikut anti narkoba atau pengikut Islam fanatik semoga dapat menghentikan atau setidaknya menurunkan fanatisme buta dan dogma buta yang mereka bela. Semoga juga kaum penganut faham “fiqihah” dapat mengambil hikmah dari penjelasan tersebut.
saya salut dengan suluh, keren banget deh pemikirannya. dulu aku juga berfikir bahwa banyak sekali ayat2 dalam alqur’an yang saling vertentangan didalam alqur’an dan ini membuat aku menyangsikan kebenaran alqur’an.
tapi, sebelum mas suluh menanyakan kebenaran alqur’an dan menanyakan keabsahan orang2 yang mengkalim bahwa segala yang ada di alqur,an itu benar, aku pingin ngajak suluh untuk mencari dulu standar kebenaran, mendapatkan standar kebenaran tentunya membutuhkan kecemerlangan berfikir, kecerdasan akal, kemauan untuk berlelah2 berfikir dan yang tidak kalah penting adalah menerima kebenaran itu jika terbukti bahwa kebenaran itu benar
hemmm… selamat buat mbak etikesen yang telah menemukan standar kebenaran… syalut juga atas kecemerlangan berfikirnya…. kecedasan akal… serta kemauan berlelah2 berfikir dan tentunya penerimaan kebenaran jika terbukti bahwa kebenaran itu benar… bukankan mbah etikesen telah melampaui semuanya itu? Wow hebat sekali… dua jempol untuk mbak etikesen… kalo kurang saya kasih tambahan jempol kaki saya….
mas suluh, sampeyan kok lucu banget seh
lucu ya? ketawa dong :D
klo ga salah soal hukum asal makanan didlm Islam adalah smuanya halal kcuali yg diharamkan (dgn Qur’an n Hadits).
Keharaman itu pun jg bs berubah jd halal dgn 3 kondisi:
1. Tidak tahu, mualaf yg ga tau hukum keharaman makan darah
2. Lupa, saat puasa diharamkan makan disiang hari, tp halal ktika lupa, tp ga boleh dtruskan makan ktika ingat :D
3. Terpaksa, jika tdk dmakan kita akan mati.
Darah dan narkotika sudah jelas hukumnya haram, pun sampai sekarang dan sampai kapan pun. Hanya saja dalam kondisi darurat, maka sesuatu yg haram bisa diperbolehkan dlm batas2 tertentu.
Jadi jangan berkesimpulan bahwa donor darah dan narkoba itu bisa haram dan bisa halal. Yg benar adalah hukumnya tetap haram, akan tetapi dlm kondisi darurat sesuatu yg haram tsb diperbolehkan demi menghindari mudharat yg besar.
Allahu a’lam