Salah satu hal yang saya kira merupakan fungsi dari adanya pakaian yang melekat atau menutupi tubuh kita, tanpa mengabaikan fungsi guna yang lainnya, adalah pakaian memiliki fungsi identitas atau karakter. Maksudnya adalah, pakaian “bisa” (tidak berarti selalu) menjadi objek penilaian kita kepada yang empunya atau yang memakai pakaian. Dan menurut pemikiranku, fungsi Identitas dari pakaian ini juga masih memiliki fungsi turunan yang lainnya.
Seperti yang saya kemukakan bahwa penilaian kita dibatasi oleh kata “bisa”, sehingga dalam keseharian hidup kita ketika kita bertemu dan mengenal si pemakai pakaian tersebut hal tersebut kadang kala, atau mungkin sering kali tidak dapat diandalkan kebenarannya. Disini pepatah, “Jangan Kau Nilai Buku dari Sampulnya” menjadi berlaku.
Dengan demikian saya ingin mengatakan bahwa penilaian atau pengamatan saya atas fungsi dari pakaian ini merupakan subjektifitas saya sendiri, yang saya asumsikan merupakan “tipos ideal” (dalam terminologi Weberian) yang memiliki kemungkinan berbeda dengan realitas empiris. Disini aspek kontruksi sosial subjektif, saya gunakan sebagai analisa fungsi demi alasan praktis teoritis. Menurut Popper, setidaknya kita bisa membangun sebuah teori yang “mendekati” realitas tanpa harus kehilangan aspek koherensi dan konsistensinya. Atau dalam terminologi yang lain bangunan ini merupakan sesuatu yang sifatnya asimptotis. Jikalau nanti ada sebuah teori yang lebih mampu merepresentasikan realitas empiris maka teori tersebut lah yang lebih bagus walaupun tidak lebih benar. Seperti penyempurnaan Einstein dari teorinya Newton.
Pertama, Fungsi Identitas Wilayah. Pakaian mengidentikkan wilayah dimana si pemakai memiliki identitas wilayah. Pakaian kebaya mengidentikkan bahwa orang yang memakainya merupakan orang yang berasal dari jawa. Pakaian timur tengah dengan jubah putih dan penutup kepala yang khas menjadi identitas bahwa orang yang memakainya berasal dari Timur Tengah. Demikian seterusnya
Kedua, Fungsi Identitas Golongan. Pakaian mengidentikkan golongan yang dimiliki oleh si pemakai. Jilbab dengan penutup kepala yang khas merupakan identitas dari perempuan dari golongan Islam. Jubah panjang dengan penutup kecil dikepala yang terpadu dengan tanda kalung silang di dada, merupakan identitas dari gologan kristen atau katolik yang sering dipakai oleh suster-suster. Pakaian khas biksu budha menunjukkan bahwa ia memiliki identitas golongan beragama budha. Dan sebagainya.
Ketiga, Fungsi Identitas Moral. Pakaian mengidentikkan nilai yang berlaku bagi individu-individu tersebut dihadapan lingkungannya. Misalnya ketika ada pesta pernikahan ada seseorang yang memakai baju renang, maka bisa dikatakan kalau orang ini tidak memiliki sopan santun (berpakaian tidak pada tempatnya). Demikian pula seseorang secara subjektif merasa bahwa dengan memakai pakaian tertentu ia menilai dirinya sendiri telah mengikuti anjuran moral yang dia nilai baik dan benar. Contoh mengenai hal ini akan diberikan dalam penjelasan lebih lanjut. Dan nanti akan ada sedikit tambahan dengan fungsi Identitas Hierarkial atau Kelas.
Nah dari ketiga Fungsi Identitas tersebutlah saya ingin mengajukan sebuah konstruksi ideal subjektif saya dalam memandang perempuan atau wanita yang notabene mengaku beragama Islam. Sejauh mana dalam padangan saya pakaian yang mereka pakai menunjukkan fungsi Identitasnya? Sejauh mana pakaian ini mempengaruhi perilaku mereka di hadapan saya dan orang lain?
Tentunya saya sadar bahwa saya dalam menggunakan bahan-bahan mentah dalam bangunan ini, saya memperolehnya hanya dari pengalaman interaksi dan komunikasi dengan wanita atau perempuan dalam lingkaran kehidupan saya. Saya juga akan menggunakan beberapa bahan tambahan dari hasil pembacaan saya terhadap tulisan atau blog yang ditorehkan oleh wanita atau perempuan Islam yang berhubungan dengan interaksi dirinya dengan orang lain. Sedikit juga nanti akan saya singgung bahan dari kesaksian orang lain yang tersampaikan kepada saya, tentunya berkaitan dengan fungsi Identitas ini. Dan saya yakin bahwa hal ini sangatlah kurang dan terlalu sedikit. Namun dikarenakan adanya kehendak yang dalam akan proses ini, saya secara sengaja mengabaikan kelemahan ini. Karena ada keyakinan dalam diri saya bahwa tidak ada satu media atau metodepun yang mampu menyerap semua data empiris sebagai suatu keseluruhan dan keutuhan.
Tulisan tersebut diatas hanyalah merupakan sebuah pengatar dari tulisan saya yang lain yang kemungkinan akan saya sertakan dalam post-an selanjutnya. Untuk sementara hal tersebut dulu yang ingin saya sampaikan..
Salam Penuh Tanya
Haqiqie Suluh
Boleh nambahin ga? Ke empat untuk melindungi tubuh dari hawa dingin/sengatan matahari/angin kencang dsb? Ga percaya, aku disini pake atigi dan kudisak pakaian eskimo, klo ga mati aja deh abis -20 F..
Eh belum kenalan main coment aja neeh…salaman dulu…:) Thanks banget pencerahannya yaa…:)
Dibikin buku saja sekalian lumayan khan…
menurut pendapat anda apakah wanita2 yang anda kenal dan menggunakan pakaiannya atau jilbabnya itu hanya sekedar sebagai topeng untuk menutupi jati diri yang sebenarnya? bagaimana anda memandang wanita non islam?
salam kenal dari saya.
Menurut anda bagaimana dengan pepatah “pakaian adalah kehormatan” ;)
Mas nitip pesan buat para perempuan
Pinter-pinter jaga diri,
respon orang lain itu tergantung kepada apa yang ada di diri.
Terimakasih
Keren euy…sampai gak bisa kasih komentar
aku suka liat cewe ga pake baju.nudies gitu… dan juga cewek yang suka ngeseks
pakaian yang RAPIlah yang terbaik. :)