Sewaktu SMU dulu saya masih teringat salah satu penjelasan dari guru matematika saya mengenai hubungan garis dan titik. Saya juga mengetahui bahwa pendekatan atau pemahaman yang Guru SMU saya sampaikan atau ajarkan kepada saya, juga merupakan sebuah pemahaman yang digunakan dalam banyak bidang. Yang paling modern adalah dalam bidang komputer grafis. Monitor Televisi, Monitor Komputer, Gambar Digital, Gerakan Sebuah Film dan masih banyak bidang lainnya yang menggunakan pendekatan Guru SMU saya ini. Tetapi saya selalu memendam satu pertanyaan atau keraguan yang sampai sekarang belum bisa saya pecahkan.
Titik titik itu tergambar di depan kelas. Dengan sebuah bantuan dua garis koordinat kartesian titik titik itu terus digambarkan. Kemudian titik titik itu semakin dekat jaraknya antara yang satu dengan yang lain. Saking dekatnya gambaran titik yang satu dengan yang lain, akhirnya kapur tulis untuk menggambar titik tersebut tidak mampu lagi menyisakan ruang untuk membuat sebuah titik lagi diantara dua titik. Sebuah garis lurus miring 90 derajat yang memotong sumbu X dan sumbu Y pun tergambar. Kemudian Sang Guru berkata:
Sebuah garis pada dasarnya hanyalah kumpulan dari titik titik. Kalian bisa mendapatkan garis dengan menggambar titik titik sedemikian sehingga saling berdekatan dan akhirnya menghasilkan sebuah garis.
Ya, dalam sensasi indera penglihatan saya memang titik titik yang digambarkan oleh Guru Matematikan tersebut telah menghasilkan sebuah garis. Namun saya pada waktu itu dalam hati kecil bertanya: Bagaimana mungkin sebuah titik yang individual dan terpetak-petak atau terpisah-pisah bisa menghasilkan sesuatu atau entitas yang memiliki sifat kontinu atau tak terpisah?
Saya tahu bahwa garis memiliki sifat yang kontinu. Garis tida mungkin merupakan sesuatu yang terpisah. Sensasi mata saya yang menyaksikan titik-titik menjadi sebuah garis, saya merasa hanyalah karena kesalahan indera. Indera penglihatan saya menipu saya. Andaikan titik-titik yang berubah menjadi garis tersebut diperbesar dan bentuk titiknya semakin kecil maka garis tersebut pastilah menjadi titik titik lagi. Titik adalah titik. Tidak mungkin kumpulan titik menjadi sebuah garis. Tidak mungkin kumpulan keterpisahan-keterpisahan yang berarti ketakkontinuan menjadi sesuatu yang kontinu. Garis adalah garis. Ia berbeda dengan titik.
Saya tahu pendekatan seperti yang Guru Matematika saya tersebut jelaskan merupakan sesuatu pemahaman atau pendekatan yang diikuti juga di dalam dunia Matematika, Fisika, Kimia dan masih banyak lagi cabang keilmuan yang mengikuti pola pikir seperti itu. Demikian pula pernah seorang Dosen Filsafat Terkenal Di UGM dan Yogya yang bernama Damardjati Supadjar mengatakan seperti ini:
Kumpulan titik titik menjadi garis. Kumpulan garis-garis menjadi bidang. Kumpulan bidang-bidang menjadi ruang.
Apa yang saya berikan diatas memang tidak sama persis dengan yang dikatakan oleh bapak Dosen Filsafat dari Fakultas UGM Yogyakarta (Waktu itu Bapak Dosen ini lagi wawancara di TVRI Jogja, saya sudah lupa kapan itu terjadi. Di salah satu bukunya juga pernah ditulis mengenai hal ini), namun esensinya merupakan sesuatu yang sama seperti juga esensi yang dikatakan oleh Guru SMU saya. Saya sampai sekarang masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin sesuatu yang pada dasarnya secara filosofis masih dipertanyakan bisa menjadi sebuah “pernyataan atau proposisi” yang diumbar dan diberikan atau diucapkan layaknya sebuah “kebenaran tak terbantahkan”
Konsep titik menjadi garis, garis menjadi bidang, bidang menjadi ruang hanyalah merupakan konsep yang sepenuhnya berdasarkan ketakmampuan indera kita. Gambar digital dikomputer yang menampilkan sebuah potret atau foto Monica Belluci dengan tubuh molek dan indahnya, secara nyata dan fakta hanyalah merupakan kumpulan dari pixel-pixel alias titik titik (digit: 0 dan 1). Ketika pixel atau titik tersebut diperbesar, ia tidaklah memiliki kontinuitas yang dituntut dalam sebuah gambar nyata. Film dibioskop atau di televisi hanyalah merupakan kumpulan dari gambar-gambar tak nyata yang mandeg alias tak bergerak. Ketika ia menjadi sebuah gambar yang sepertinya “hidup” dan bergerak semua itu hanyalah tipuan indera penglihatan kita. Dunia Nyata dengan gambar hidupnya atau ruang hidupnya adalah sebuah kontinuitas (ini keyakinan saya saat ini).
Tetapi saya juga kebingungan ketika menyaksikan sebuah pengalaman sederhana. Sebuah tali terpotong dan menjadi dua. Adalah sesuatu yang aneh dan mengagumkan bagi saya ketika menyaksikan sebuah kontinuitas (tali sesuatu yang kontinu, saya ibaratkan sebagai layaknya garis) berubah menjadi sesuatu yang tidak kontinu ( menjadi dua bagian berarti memutus kontinuitas). Saya merasa hal itu benar-benar tidak masuk akal.Bagaimana mungkin sebuah kontinuitas menjadi sesuatu yang tak kontinu. Proses apakah yang terjadi? Dimana dan Kapan menghilangnya kontinuitas itu? Kenapa itu terjadi? Tapi itu juga sekaligus merupakan fakta dan kenyataan. Bagaimana mungkin kenyataan bisa berbeda dan kontradiktif dalam pemikiran. Pasti ada yang salah dengan pemikiran saya. Namun lambat laun akhirnya saya tahu kesalahan apa dalam pemikiran saya sehingga saya terheran-heran atas kejadian sederhana seperti itu. Saya tidak akan menjelaskan disini atau saat ini, lain waktu mungkin. Namun saya masih juga menyisakan kebingungan-kebingunan. Saya kadang berfikir juga: Apakah sesungguhnya kontinuitas itu tidak ada? Ah, Saya tak mampu menjawabnya.
Permasalahan seperti ini kalau dirunut dari sejarah filsafat bisa dirujuk ke pemikirannya Zeno dengan Konsep “Anak Panahnya” maupun Demokritos dengan “Atomnya”.
Salam Penuh Ragu
Haqiqie Suluh
bagaimana kalau bukan pemikiran kita yang salah…..bagaimana kalau ternyata hanya sudut pandang kita terhadap hal tersebut yang kurang benar……walaupun kadang kurang benar tidak berarti salah dan juga bukan berarti benar.
manusia dengan segala indera dan ekmampuannya memang serba terbatas…………
wah kok yo Monica Belluci Qie? :)
@sky:
bisa jadi… tapi gimana kita bisa menentukan sudut pandang yang benar ya? “bingung” :cry:
@ngangsu kawruh:
memang terbatas manusia itu… tapi gak begitu “serba” kok…
@joyo:
lah wong sing melintas pas nulis ki Belluci je… Kelingan Irreversible karo Malena… Jiann Seksi tur Ayuu tenan… :oops:
jane bingune mikir garis dari titik-titik…..ap iya garis itu kumpulan titik yang terpisah hingga saking rapatnya jarak antar titik itu membentuk suatu garis?? kalo menilik ke struktur materi pada dasarnya materi itu berlubang-lubang dengan ukuran yang sangat kecil jarak inti atom dan elektron di sekitarnya, jadi kalo yang namanya garis itu adalah tidak ada itu semua hanyalah kumpulan titik yang sangat rapat yang terorganisi membentuk suatu bidang atau bentuk tiga dimensi. adapun kontinuitas seperti tali itu adalah kontinuitas materi di mana selama materi itu masih bersatu maka sifatnya kontinu, tetapi pada saat bercerai atau berpisah jadilah individu-individu yang independen. namun yang menarik adalah kontinuitas yang berupa waktu yang jelas ada dan berlajut hingga waktu yang di tentukan… apabila ingin memperoleh kuntinuitas yang tak terbatas keluarlah dari pembatas itu sendiri… jadi kalo kepengin kekal ya keluar dari ranah yang berwaktu ini.. jangan tanya caranya ya…….
jika tinta cair (hitam) ditumpahkan di selembar kertas apa masih bisa di sebut itu awal dari penggabungan titik-titik yang sangat rapat? filosofi air (cairan) tidak punya titik, jika titik disebut bisa membuat garis, maka tinta hitam pun bisa membuat garis.. titik selalu di akhir garis yang terpisah.
@eko:
adakah saya di artikel ini menginginkan atau membicarakan kekekalan? Saya disini hanya menggugat bahwa apa yang selama ini dipercayai orang ternyata secara filosofis masih “problematik” dan tidak memiliki unsur jawaban yang “memuaskan”. Itu saja kok.
Saya merasa ingin tahu sekali apakah memang benar kadang-kadang saya juga bingung pa benar ya…
Tetapi jika diurut22x dari awal. Contohnya jalan,
Adakah mas berpikir, kemudian, bahwa tidak hanya materi saja yang diskrit? Karena ada teori “loop quantum gravity” yang lebih nyeleneh lagi. Teori tersebut menyatakan bahwa ruang terdiri dari kuanta-kuanta ruang, waktu pun demikian, terdiri dari kuanta-kuanta waktu. Weleh…
anton: saya sampai saat ini masih memegang keyakinan bahwa keduanya mustahil secara logika. Antinomi lah yang muncul.
manusia tidak ada kontinuitas, karena ada kata “kematian” hari esok, namun kehidupan selalu ada kontinuitasnya.. kehidupan seperti apa? monggo direnungke sendiri..
garis manusia berbeda dengan garis kehidupan..
sependapat.. saya juga ga setuju bahwa garis adalah himpunan titik-titik.. alasannya mungkin sama dengan anda tapi dengan bahasa yang berbeda:
jika garis adalah himpunan titik-titik, sedangkan titik memiliki panjang 0 satuan (alias tidak memiliki panjang, maka berapa banyak titik yang dibutuhkan untuk membentuk garis sepanjang misalnya, 1 cm??? berjuta-juta titik pun ga akan cukup, alias mustahil..
tapi kalo kebingunan anda mengenai tali, saya kirang setuju.. karena tali memang bukan garis. tali tidak kontinu.. tali adalah kumpulan atom-atom demokritus yang saling “terhubung” dalam sekian jarak.. jadi, tali emang terputus, ia tidak kontinu dari awalnya..
kali.. haha