Banyak hal yang ternyata membuat diriku dari tidak tahu menjadi tahu. Dulu–mungkin 4 tahun yang lalu–, pemahaman saya tentang atheist (kadang ditulis juga dengan ateis aja) cuma simple; Orang yang Percaya Tuhan Tidak Ada. Ternyata seiring berlalunya waktu dan pembacaanku terhadap ide ini semakin luas, saya mulai paham bahwa banyak orang atheis yang memposisikan dirinya bukan sebagai sebuah Kepercayaan, tapi sekedar penolakan.
Penolakan terhadap klaim Bahwa Tuhan Ada (Kepercayaan Tuhan Ada). Lebih lanjut, mereka mengatakan bukan merupakan sebuah “paham” or “isme” tapi sekedar sebuah posisi akan penolakan sebuah ide. Sebagaimana anda menolak ide tentang nyiroro kidul, tentang gendruwo, tentang kuntilanak dan sejenisnya. Dan sepertinya para atheis nyaman dengan posisi ini yang “tanpa paham or ideologi”.
Hanya saja, disamping “penolakan itu”, ada sebuah definisi lain tentang atheisme sebagai sebuah kepercayaan. Kalau tidak salah disebut sebagai Strong Atheist. Disini tidak lagi ‘hanya” menolak tetapi sudah ke level “Percaya”, dalam arti mengklaim bahwa Tuhan Tidak Ada.
Nah jika saya menolak Klaim Strong Ateis ini, aka Menolak Klaim Percaya Tuhan Tidak Ada, sebutan apa yang cocok untuk saya? A-atheis or apa?
NB: mungkin banyak ateis yang bertanya, apakah mungkin ada strong Ateis? oh sangat mungkin, dalam beberapa diskusi saya menemukan jenis yang ini.
Saya sih memandangnya, kata “Ateisme”/”Atheism” bisa dibaca dengan dua cara:
A-theism = lack of theism; sekadar menolak klaim teisme (bahwa Tuhan itu ada, dst). Yang ini persis definisi weak atheism.
Athe-ism = keyakinan bahwa “Tuhan tidak ada” (Atheos + ism). Kalau yang ini sama dengan strong atheism.
http://en.wikipedia.org/wiki/Weak_and_strong_atheism
Tapi ya, ini secara kebahasaan saja sih… ^^a
saya belum menjadi ateis, walau “ingin.” karena sampai saat ini saya belum bisa membuktikan bahwa TUHAN tidak ada.
yang jadi masalah: saya juga tidak bisa menemukan bukti bahwa TUHAN itu ada.
jadilah saya, seperti sering disebut orang-orang, sebagai “islam ktp” atau “kristen yang tersesat.”
setelah mengalami berbagai hal selama hidup, saya telah tiba pada kesadaran bahwa menjadi beragama, bertuhan, tidak beragama, atau tidak bertuhan …, sebenarnya bukan hal paling pokok dalam “iman.” surga dan neraka juga bukan hal penting bagi saya.
yang paling penting bagi saya dalam “iman” adalah: melakukan kebaikan pada sesama manusia dan jangan berbuat jahat — bukan hanya kebaikan pada diri sendiri atau keluarga sendiri.
Now I feel stpdiu. That’s cleared it up for me
@Bang Jarar: Bang untuk menjadi ateis, abang gak perlu membuktikan tuhan itu tidak ada. Ateis sebagaimana disebut mas Sora9n, ada yang cuma sekedar menolak “Tuhan itu Ada”, tidak kurang tidak lebih. Jadi cuma sebagai sebuah posisi.
@Sora9n: Yup, a-theism sekedar menolak, strong atheism yang percaya, nah saya cuma memposisikan sebagaimana a-theism menolak theism, pada yang strong atheism ini. Jadnya a-athe-ism.
lantas dimana letak perbedaan antara menolak dan tidak percaya? Entahlah – menurut prasangkaan saya (bisa benar bisa salah) – dalam konteks keyakinan, menolak sinonim dengan tidak percaya. Kalau menolak itu berbeda dengan percaya, maka bagaimana jika ada yang mengatakan: Saya menolak Muhammad adalah Nabi! bukan kah ini berarti sama dengan “Saya tidak percaya bahwa kenabiaan itu ada pada Muhammad!”. “Saya menolak kalau manusia diciptakan!” bukan kah ini juga sama dengan “Saya tidak percaya bahwa manusia itu diciptakan!”. Jika menolak ide tidak berarti percaya, maka seharusnya ada seberkas atau sedikit keyakinan, “Saya menolak ide tuhan itu ada” berarti “Saya hanya menolak ide dan gagasan tersebut saja, tp saya percaya akan eksistensinya!” bukan kah ini suatu yang kontradiksi? Menolak tuhan itu ada, tapi menerima eksistensi tuhan.
lantas dimana letak perbedaan antara menolak dan tidak percaya? Entahlah – menurut prasangkaan saya (bisa benar bisa salah) – dalam konteks keyakinan, menolak sinonim dengan tidak percaya. Kalau menolak itu berbeda dengan percaya, maka bagaimana jika ada yang mengatakan: Saya menolak Muhammad adalah Nabi! bukan kah ini berarti sama dengan “Saya tidak percaya bahwa kenabiaan itu ada pada Muhammad!”. “Saya menolak kalau manusia diciptakan!” bukan kah ini juga sama dengan “Saya tidak percaya bahwa manusia itu diciptakan!”. Jika menolak ide tidak berarti TIDAK PERCAYA, maka seharusnya ada seberkas atau sedikit keyakinan, “Saya menolak ide tuhan itu ada” berarti “Saya hanya menolak ide dan gagasan tersebut saja, tp saya percaya akan eksistensinya!” bukan kah ini suatu yang kontradiksi? Menolak tuhan itu ada, tapi menerima eksistensi tuhan.
Yup, menolak dengan tidak percaya itu emang hampir sama. Di tulisan diatas bukan membahas antara menolak dengan tidak percaya, tapi menolak / tidak percaya tuhan ada dengan percaya / kepercayaan tuhan tidak ada.
Saya kira, mempercayai Tuhan adalah jalan untuk mendapatkan informasi seputar kebaikan dan keburukan untuk kemudian diamalkan (kebaikan) dan ditinggalkan (kejahatan).
Dan bagi orang2 yang baik, tidak ada jalan untuk tersesat. Inilah yang diyakini Khadijah saat mendengar suaminya (Nabi Muhammad) ditemui Jibril untuk pertama kalinya. Khadijah berkomentar, ”Berbahagialah, demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinakanmu. Sesungguhnya engkau selalu menjalin silaturrahmi, berkata jujur, suka menolong yang lemah, memberi orang yang papa, memuliakan tamu dan senantiasa menolong diatas jalan kebenaran”.
percaya atau tidak percaya terhadap ada atau tidaknya Tuhan saya kira itu adalah sebuah pilihan. karena siapapun ternyata tidak dapat menyangkal bahwa kehidupan manusia selalu dihapkan pada dua hal yang berlawanan baik atas kuasa kita atau tanpa kuasa kita sebagai manusia. misal: iya/tidak, ke kanan/ke kiri, kaya/miskin, atas/bawah, siang/malam, hidup/mati, dsb. dan saat ini saya yakin 100% bahwa manusia diberikan kebebasan untuk memilih salah satu dari dua kesepasangan tersebut sebatas pemilihan itu atas kuasa kita. selebihnya hanya Tuan Semesta Alam sajalah yang berkuasa, termasuk memilih berada dikoridor salah/benar, jalan yang lurus/jalan yang tidak lurus. akan tetapi yang perlu kita pahami adalah bahwa ada konsekwensi terhadap apa yang kita pilih.
sebagaimana yang dapat kita pahami bersama-sama bahwa ternyata alam semesta ini selalu beraktifitas dengan sangat teratur dan rapih alias berdisiplin tinggi. mengalirnya air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, air yang mendidih setiap mencapai 100*C, menogrbitnya planet-planet mengelilingi matahari, dsb. itu semua jika kita pahami dengan memakai disiplin ilmu yang tinggi saya yakin manusia akan memperoleh sebuah pemahaman yang berbeda, bahwa ternyata ada rule (aturan) yang mengatur kesemuanya itu agar beraktifitas sesuai pada koridor yang tepat dan benar. semua benda di alam semesta ini tunduk dan patuh terhadap aturan tersebut dan tidak ada penolakan. coba bayangkan jika ada penolakan ….. pertanyaan kemudian adalah, aturan siapa yang mereka taati? jika mereka taat kepada atauran, bagaimana dengan manusia? sudah taatkah?
yang perlu saya tekankan di sini adalah bahwa saya tidak sedang membicarakan tentang riual-ritual peribadatan / ritus-ritus keagamaan. karena sudah terbukti bahwa aktifitas semacam itu tidak mampu membimbing kita menuju kepada pemahaman Tuan Semesta Alam sejak dulu hingga sekarang.
perihal atheis… saya mencoba memandang Tuhan dengan bentuk yang berbeda dengan pemahaman umum. Tuhan bukanlah sosok yang berada di atas sana (sorga), duduk santai kemudian mengutus malaikat-malaikatnya untuk mengatur segala hal di alam semesta termasuk mengatur umat manusia. Tuhan bukanlah sosok yang disembah-sembah kemudian senanglah hatiNya dan memberikan imbalan atas bentuk ketundukan makhlukNya. Dia adalah Tuan Semesta Alam yang memiliki peranan aturan, kekuasaan dan yang pantas di abdi oleh segenap ciptaaNya.
jadi mereka yang atheis menurut pandangan saya adalah mereka yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap ke-3 peran Tuan Semesta Alam tersebut.
O o …
maaf atas segala kekurangan dan kekerdilan pemahaman saya jika tulisan saya tidak cocok.
salam damai sedjahtera …
sariman cara berpikirmu itu bisa km rujuk ke bukunya agus mustofa yg terkait alam semesta, saya lupa judul bukunya. semoga semakin dicerahkan.
Ahhhh pada ngomong apaan sih…Tuhan itu ada, tak bisa disangkal lagi. Buktinya kita masih mikirin tentang Tuhan, bahkan kamu atheispun memikirkan tentang Tuhan. Dari mana asal pikirin tentang Tuhan ini? kenapa dari lahir kita memikirkan tentang Tuhan?
sedikit saja kita berpikir tentang Tuhan, maka itulah bukti dari ke-ada-an Tuhan
Wkwkwkwk….ckup menghibur…
wah seru ini jadi rame….
menolak berarti masih ada kepercayaan dalam hati tapi munafik,tidak percaya berarti blank
Saya rizky:-Sungguh merugi dan menyesal sekali orang yang masih memilih,mengakui dirinya sebagai atheism! suatu faham bid’ah orang zaman jahiliyah kebodohan. seakan ia buta/di butakan oleh akal dan hawa nafsu sytan. sehingga mreka para atheism lupa,ingkar pada kebenaran ayat-ayat tuhan allahswt. senadai nya saja mreka atheism mau bersedia memilih islam bagai agama. insya allah mreka bruntung dan selamat dunia akhirat amin ya robbal al-amin…!